Apakah kau paham, maksud laku ku?
Ya, kau tak paham. Visualku menangkap teduhnya mata mu. Teduh melihat bocah
ingusan buah hatinya. Inginmu aku bergelayutan dihatimu. Tapi itu bagus,
setidaknya kau tak akan mengerti apa maksud semua ini. Maksud leksem yang ku
lontarkan. Karena memang ku pudarkan semua. Ku pudarkan semua yang terselip
mendetail di buku-buku kalbu. Kau tak akan pernah mengerti. Karena memang aku
membuatnya begitu. Pemahaman mu ketai. Ketai dihunus tajamnya laku ku.
Sayup terdengar, hati nurani ku
berbisik. Tak mungkinlah aku ajek tak memesona layaknya ini. Haruslah aku
beralih asbab aku tak dapat menjarah hati para bidadari surgawi untuk berbisik
“Amboi..” kala melihat aku dari khayangan tempat mereka bertinggal. Ha! Langkah
mungil gadis bertopeng tomboy, gagah, kuat dan berani pun dimulai. Topeng.
Laksana kupu-kupu cantik yang
telah habis masa bermalas-malasannya. Dia pun mencoba keluar dari jeratan pupa
yang menjerat nya. Hati pun berpeluh. Tak mau pasrah akan keadaan. Terus
berusaha berjuang hingga berhasil memamerkan sayap jelita yang tak abadi.
Begitupun aku.
Dapatkah aku? Aku kenal betul
bahwa restu illahi kan selalu mengiringi. Begitupun terjangannya. Tak mudah
untuk menjadi cantik. Cantik dan menjadi kekasih nya. Mengejar cintanya. Tak
mudah. Iblis pun ikut serta berlomba membentut usaha ku menjadi pecah berketai
fiasko. Itu pasti. Jelas tertulis dalam surat cinta-Nya.
Sayangnya aku bertopeng tomboy,
gagah dan kuat. Seorang pun tak tau seberapa getas, kalai dan hasai nya gadis
bertopeng ini. Tentu aku tak biasa dengan kata menyerah. Tetap ku terjang ombaknya
hingga moksa menjadi buih. Tahapan yang memang tak dimudahkan ku lalui. Meski
ku tau semua itu esoteris daripada ajek sekalian. Mengapa tidak, jika tombaknya
akan baik?
Manusia, makhluk paling sempurna
yang Allah ciptakan. Baik, pengertian sempurna disini adalah. Berbuat salah.
Memang kami tempatnya salah. Tong salah. Tak disalahkan jika manusia salah.
Seorang pun tak boleh. KALIAN! Salah!! Salah mengenai pengertian sempurna di
surat cinta-Nya. APA YANG KALIAN TAU? Serampangan menilai orang. Menyampahi
paradigma orang. Ehm, maksud ku. AKU! Aku salah menilai kalian salah!
Manipulatif.
Manusia. Manipulatif. Jahat.
Allah tidak menggoreskan setitik pun kata menjadi jahat dan manipulatif. Tapi
kalian? Awut-awutan bertengkar. Menentukan mana yang baik. Kalian ingin
mencermini Kafilah terakhir Allah? Farik! Kadim dan kini jauh berbeda. Kalian
nampak pongah!
Hakim yang adil itu Allah SWT.
Dia yang tau hambanya ini sedang apa? Apa niatnya? Dia yang maha tau..!
Bukan KALIAN!!
Dan aku berusaha ajek dan tak
berlaku seperti kalian. Hentikan hantaman kemanipulatifan ini. Cukupkan, sudahi
korban nya hanya berakhir di hamba Allah yang selalu salah ini saja. Yaitu aku.
Gadis bertopeng.
Mendesah resah. Jiwa hatiku
kembali terjamahkan. Setelah dua tahun silam terjerit sepi hingga melekkah mata
hati. Kini jiwaku terpanggil. Akankah dia diilhami Allah? Ah, sudahlah.
Ya masih banyak tahun. Afair?
Untuk menjadi afdal. Senyum ku tersungging cilik disudut bibir yang layaknya
tak tau akankah kau lihat dan resapi di ruas mimpi saat sadar mu berada di
bawah batas.
Hei aku juga altruis
Tapi, Siapalah aku ingin
mencintai mu. Andai cintaku pada sang khaliq belum tercapai. Andai bidadari
surga belum cemburu terhadap aku.
Aku kagumi sebuah keajaiban.
Kasih sayang sang khaliq kepada hambanya yang hanya seorang gadis bertopeng.
Tak kuasa mata hati melawan untuk tak sedikit berkedip. Engkau hadirkan jutaan
sahabat seperjuangan. Yang bertawa renyah, bersenyum malaikat, bertangis bayi,
beriuh kanak-kanak, berotak einstein. Senantiasa setia menemani hidup aku. Di
pulau orang. Berpikir keras. Bekerja keras. Menyatu dalam darah yang kental
merah. Yang membut kita tak menyerah.
Bangunlah, sadarlah, buka matamu,
saring hatimu. Kita semua ini bertopeng. Janganlah menyanggah orang yang
munafik. Karena setiap orang itu munafik. Ya, kau, aku, kita semua yang hidup
didunia ini. Yakin. Tak ada satu diantara kalian ringan hati mengakui
kesunyataan yang terpudarkan oleh masa.
Tapi, pantaskah kita yang memacu
penuaan bumi ini hingga kelak ia tak mampu melewati waktu yang digariskan Sang
Pencipta? Apakah itu perkerjaan manusia yang secara tak sadar telah dilakoni?
Tak ada manusia di antara kita yang sanggup dengan datar hati menerima tudingan
pewaris yang tak mampu mewariskan
Tak banyak yang ingin aku
utarakan. Hanya ini urahan bulan-bulanku di pulau orang. Urahan pengalaman. Ah,
aku seperti wreda saja. Pongahku menggeliat disudut hati.
Dan hari ini. Aku kembali.
Kembali ke ketiak sumber cahaya ku. Sumber semangat ku. Sumber cintaku.
Sumbernya aku. Seorang gadis bertopeng. Cita Verina
Kecupku pada tanah pembentuk
gadis bertopeng ini.
Setinggi-tinggi melambung,
surutnya ketanah juga.
Depok, 31 Desember 2011
07.00 | Inspirasi Pagi