Selasa, 31 Januari 2012

Cerdas Mengelola Kepintaranmu

IQ bukanlah hal penting untuk menunjang sukses.

IQ yang berarti Intelligence Quotient merupakan tingkat kecerdasan manusia yang diukur dengan perhitungan dan tes. lebih menekankan kepada sisi kemampuan berpikir dansisi intelektual. kasian kan sama orang yang mengagung-agungkan skor IQ. bahkan sampai ada yang beranggapan bahwa rang yang IQ-nya tinggi akan menjadi calon orang suksed -_- dan sebaliknya yang tidak mendapatkan skor IQ yang tinggi akan digolongkan kepada orang-orang bodoh-_____-

open your eyes, open you mind! kecerdasan ternyata bukan sekedar IQ!

Menurut Howard Gardner : kecerdasan merupakan kemampuan ornag dalam menciptakan produk bermanfaat dan menyelesaikan masalah sehati-hari.

lah jelas lah. yang kita butuhkan bukan hanya 2 + 2 sama dengan 4-_- tapi kita perlu berinovasi dan berpikirkreatif dalam menghadpai masalah kemudian mencari solusinya.

ambillah satu contoh ketika kalian sedang berada di dalam sebuah perkemahan. untuk mendirikan tenda kalian membutuhkan tali yang terbuat dari parasit. nah selain itu kalian juga memerlukan pasak. apabila tidak adapasak, maka tenda tidak akan berdiri. nah, apa yang akan kalian lakukan? apakah kalian akan membiarkan tenda itu. ataumencari " alternatif " lain agar tenda itu dapat berdiri.

nah, " alternatif " lain itulah yang disebut dengan inovasi dankreatif. kecerdasan seperti ini tidak ditentukan oleh keilmuan, gelar dan titel. kecerdasan seperti ini mucul jika kita memiliki kecerdasan emosi alian EQ (EMotional Quotient). IQ umumnya berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan analitis yang diasosiasikan dengan otak kiri. sementara EQ lebih banya berhubungan dengan erasaan dan emosi (orak kanan). karena, untuk dalap berhubungan dengan orang lain secara baik, kita memerlukan kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi diri danorang lain secara baik. disinilah fungsi kecerdasan emosi.

emosi bukan sekedar bakat. emosi bisa dikembangkan dan dilatih. jadi, sebenarnya setiapornag sebetulnya sudah dianugerahi kecerdasan emosi oleh Tuhan. tinggal sejauh manaperkembangannya danitu semu bergantung pada kemauan setiap orang.

ada lima wilayah utama dalam EQ, yakni mengenali emosi diri;
- mengendalikan emosi
- memotivasidiri
- mengenali emosi orang lain
- membina hubungan dengan orang lain

EQ yang baik sudah pasti akan membantu memaksimalkan prestasi kita. kita bisa bkerja efektif dalam sebuahtim, bisa mengenali dan mengndalikan emosinya sendiri da =n oranglain dengan tepat. mereka yang memiliki EQ tinggi akan terlihat bahagia dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.

Dalam bahasa lain, Gardner mengatakan ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki manusia, yaitu :
-kecerdasan linguistik (cerdas berbahasa)
-matematis-logis (cerdas matematika dan logika)
-visual-spasial (cerdas dalam hal kepekaan ruang)
-musikal (cerdas musik)
-natural (cerdas alam)
-intrapersonal (cerdas diri)
-intraperseonal (cerdas bergaul/sosial)
-kinestetik (cerdas fisik)

kemampuan apapun yang kita miliki, semuanya adalah sebuah kecerdasan. memang sulit untuk menggapai semua kecerdasan tersebut karena keterbatasan tiap-tiap individu. faktor biologis, sejarah hidup dan latal belakang kulitural ikut memengaruhikecerdasan kita.

perbedaan kecerdasan inilah yang membuat dunia kita menjadi menarik dan meriah.


jadi mulai sekrang, jangan selalu berpatokan bahwa IQ adalah segala-galanya. percuma kamu pinter tapi kamu mudah tersinggung dan susah beradaptasi dengan teman-teman lain. akan jadi lebih baik kalau kamu menyeimbangkan keduanya :)



inilah yang saya suka dari pekerjaan jarak jauh :p
kita cuma butuh. internet dan hp. lalu semuanya beres.

yah, berhubung saya lagi sakit. jadi saya tidak masuk mata kuliah hari ini. saya sudah membicarakan hal ini ke ayah. dan dia bersedia menghubungi Pembimbing Akademik saya dan mengatakan bahwa saya sedang sakit dan meliburkan diri untuk sementara. daripada saya nginep di hotel berbau obat?

saat ini, kamar saya masih sngat berantakan. dan ada beberapa buku yang terjatuh dilantai. mereka jatuh saat vertigo saya kambuh. yaa. sang ahli THT pun berkata demikian. sistem pendengaran saya mengalami ketidakseimbangan. saat saya ingin membaca beberapa buku yang sangat berkesan bagi saya. dengan secara tidak sengaja saya menyenggol buku-buku yang disusun secara vertikal itu hingga terjatuh dan berantakan. ikut menjatuhkan pasta gigi kesayanganku.

jendela saya tertutup rapat, karena saya tau cuaca sangat dingin diluar, gordyn yang berwarna pink menjaring sinar matahari.

jadi, hari ini saya mempunyai sangat waktu luang untuk menulis. banyak yang ingin ku muntahkan disini. sebenarnya saya ingin menyudahi semuanya tadi malam. tapi suara ibu di telefon genggam berkata bahwa saya harus tidur atau akan segera sakit. dan ya, beliau benar. saya tidur tepat 30 menit setelah perintah itu di luncurkan. ya.. saya kualat.

pena sahabat.
sahabat berlayar. sahabat datang. ada yang singgah dikenang. ada yang terbang melayang. dan terus ada yang terbayang. dianatara jarak dan ruang. maka kita buka noktah dan lambang. atau aksara yang pulang.
saksi sepanjang jalan. perubahan, kegamangan dan peradaban yang bergulir di tanah orang
saya bagai tawanan. yang mungkin merasa nyaman. saat mengharumkan taman. atau justru gelisah membaca jaman dalam pena perlawanan. atau nyanyian yang menawan

biarlah disini tercatat sajak miliknya


Januari hampir habis kusadari sedengat sebelum ku berhasrat tuk mengaktifkan topeng penyairku.

Dunia sedang terlelap. kawan
bintang pun sedang asik berpandangan

langkah ini membawaku pada perjalananmu. menyusuri jejak-jejak kisah lama yang pernah kau sisipkan di saku-ku. pahit dan manis.
mentari telah lama hilag dan langit gulita pelan merunduk menyapa kota. angin mengembus kesepian di daun-daun jendela yang menganga. ah, meletihkan jiwa

sebatas apa sejarah dalam ruang dan waktu. saat usia jadi pengukur
ada ketidakpastian yang dipastikan mengunci tanya, sementara kita asik berbayang-bayang

berkipaskan nalar dan rasa. berikatkan kuat dan tawa

musim dan musim. fana..

aku rindu pada kematian,

luka pada realitas, tidak tersembuhkan walaupun matahari berjanji tidak terbit. menduga-duga apa yang dibisikkan.

aku rindu pada kematian,

karena kehidupan kita di alam fana ini. bagaikan jeda antara azan dan iqomah.

telah kau titipkan kota dan mereka,
diatas pundak ku yang terus memohon berkahMu

setiap wajahpun hingga malam
tengadah mensyukuri nikmatMu :")
yang menetes tak putus. di pangkuan waktu

kata hati kuikuti dengan segenggam doa kepada mu Tuhan, keyakinan ku kepadaMu membuat aku bertahan... Bertahan.

hidupini terasa damai, kesepian terasa indah bila bersamaMu, Tuhan
cahaya yang terang, terasa menerawang menusuk kalbuku
ada Sesuatu mengelus hatiku



masih suka kasian sama mereka yang nilainya gede. tapi kopong. nah, di dunia ini ada banyak manusia-manusia seperti itu. sebelum saya " mengasihani " mereka. pastikan terlebih dahulu bahwa saya bukan salah satu dari mereka.

saat mengatahui bahwa nilai diatas kertas sama sekali tidak berbanding lurus dengan isi otak kalian. bagaimana rasanya? ya, sangat merasa bersalah. saya merasa berbohong. dan bohong adalah dosa,

dan saya harap insyaAllah di akhir semester dua nanti tidak akan ada lagi perasaan bersalah yang amat mendalam seperti ini. amin :-)



In The Name Of Allah



Sains dan Teknologi dalam Islam

Al-Qur’an yang dipegang teguh oleh umat islam memiliki kebenaran yang berlaku sepenjang zaman karena di dalamnya terdapat aturan serta petunjuk yang berasal dari Allah SWT. Selain itu Al-Qur’an juga satu-satunya bacaan yang dihitung ayat dan berapa jumlah hurufnya serta diketahui sejarah ayat demi ayatnya, kapan waktu tempat dan mengapa ia diturunkan

Al-Qur’an bukan hanya sumber pengetahuan bagi metafisis dan religius. Tapi semua ilmu pengetahuan. Prinsip yang ada di dalam Al-Qur’an dijadikan dasar bagi semua ilmu pengetahuan. Karena pengetahuan yang ada di dalam Al-Qur’an itu diterapkan dalam ilmu dan prinsip. Al-Qur’an dapat dikatakan sebegai kerangka kegiatan intelektual islam selain dijadikan pedoman hidup bagi umat allah SWT baik untuk petani yang dipelosok desa. Maupun ahli Grafika yang ada di Universitas besar ditengah kota megapolitan. Al-Qur’an memiliki berbagai tingkat pengertian dan memiliki makna yang berlapis. Jadi, untuk mempelajarinya pun kita harus banyak mempersiapkan diri. Al-Qur’an berpengaruh sentral bagi perkembnagan umat islam.

Karena hal itulah Al-Qur’an sangat istimewa di mata Islam. Umat islam yang dinaungi oleh cerahnya sinar keemasan pernah mencapai masa keemasannya dibidang sains, teknologi filasafat. Tepatnya dibawah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa sekitar abad ke-8 sampai ke-15. Masa keemasan itu ditandai oleh berkembangnya tradisi intelektual dan kuatnya spirit pencarian serta pengembangan ilmu pengetahuan yang diawali dengan translasi massif karya-karya tulis para filsuf yunani kuno. Dalam rentang masa keemasan ini, lahir para ilmuwan besar dan masyhur, seperti Al-Biruni (fisika, kedokteran), Jabir Ibn Hayyan (kimia), Al Khawarizmi (matematika), Al-Kindi (filsafat), Al-Razi (kimia, kedokteran), juga Al-Bitruji (astronomi). Selain itu, juga ada Ibn Haitsam (teknik, optik), Ibn Sina (kedokteran), Ibn Rusyd (filsafat) dan Ibn Khaldun (sejarah, sosiologi).

Nama-nama tersebut merupakan nama-nama besar yang telah sangat dikenal sejak lama. Sejarah ilmu pengetahuan terus menguak nama-nama sarjana muslim pada masa keemasan peradaban Islam. Abu Al-Wafa’ Al-Buzjani yang mempunyai nama lengkap Abu Al-Wafa’ Muhammad ibn Muhammad ibn Yahya bin Ismail ibn Abbas Al-Buzjani (I.940 M) adalah pencetus rumus sinus, kosinus, sekan, kosekan. Sebelum Ibn Haitsam, Dunia Islam telah memiliki ahli optik pencetus hukum pembiasan cahaya, yaitu Ibn Sahl ayau Abu Sad Al-Ala ibn Sahl (I. 940 M, w. 1000 M). Al-Dinawari yang mempunyai nama lengkap Abu Hanifah Ahmad Ibn Dawud Dinawari lahir pada 828 M di kpta Dinawar, menulis Al-Nabat (buku tumbuh-tumbuhan) yang membahas 637 jenis tanaman, tahap demi tapat sejak tumbuhan hingga mati.

Ilmuwan muslim tidak hanya memelopori bidang sains dan kedokteran, tetapi juga bidang teknik atau rekayasa. Abbas Qasim ibn Firnas atau ibn Firnas saja adalah sarjana pertama yang membuat percobaan penerbangan. Pada tahun 825, Ibn Firnas menggunakan satu set sayap dari kain yang dibentangkan dengan kayu melompat dari menara Mesjid Agung Cordova. Percobaannya terus diperbaiki dan ia menjadi terbang secara terkendali.

Syaikh Rais Al-Amal Badi Al-Zaman Abu Al-‘Izz Ibn Ismail Ibn Al-Razzaz Al-Jazari adalah sarjana pertama yang mengenbangkan robotika pada abad ke-13. Robot pertama Al-Jazari berbentuk perahu dan diapingkan di danau ditumpangi empat robot pemain musik.

Sarjana-sarjana muslim tersebut telah memberi sentuhan manis untuk kemajuan ilmu pengetahuan dunia modern saat ini. Karena karena sentuhan dari dunia islam lah dunia ilmu pengetahuan modern mengalami transmisi. Melalui dunia islamlah barat mendapatkan akses tak ternilai yaitu memperdalam dunia teknologiyang dimiliki. Tapa peran sarjana muslim klasik. Tidak mungkin disaksikan telepon, mesin faks, televisi, pesawat ulang-alik atapun komputer.

Euphoria karena kejayaan umat islam yang dulu sekarang tinggal kenangan karena negeri-negeri muslim sangat miris. Karena pada umumnya negeri-negeri muslimnya masih miskin, bodoh, malas dan tidak termotivasi. Duadasawarsa awal abad 15 Hijriah. Itulah gaung terakhir kejayaan umat muslim. Selebihnya, semuanya hanya kenangan.

Di kota-kota besar di Indonesia diselenggarakan kegiatan seperti festival seni muslim yang menayangkan kisah kehebatan para sarjana muslim yang menampilkan kisah ketangguhan para Sarjana Muslim generasi awal yang mendominasi panggung dan siap untuk memotivasi umat. Tetapi sayang, kegiatan seperti ini malah menjadi dongen tidur buat mereka bahkan hingga kini. Artinya umat Islam masih tertidur hingga kini.

Guru besar Syaikh Jauhari Thanthawi, guru besar Universitas Kairo. Di dalam tafsirnya menulis bahwa dii dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat kauniyah (ayat-ayat semesta) dan hanya sekitar 150 ayat fiqih. Sangat disayangkan karena anehnya para ulama telah menulis ribuan kitab fiqih dan lupa menulis kitab yang berkenaan dengan alam raya dan isinya.

Dana, waktu, pikiran dan tenaga telah habis terkuras oleh para ulama hanya untuk persoalan fiqih dan tak jarang mereka bersitegang karenanya. Selain disibukkan dengan urusan fiqih. Pengelamana dan pengamalan kita memang cenderung esoteris karena mengabaikan serta meremehkan akal

Sains adalah produk rill dariakal yang sudah terbukti sangat ampuh dan dasyhat. Dalam rentang waktu pendek, negara-negara yang terbelakang seperti afghanistan dan irak luluh lantak oleh produk sains yang dihasilkan negara-negara barat khususnyaamerika dan inggris. Akhirnya negara-negara maju menjadi kiblat semua peradaban. Baik saind maupun teknologi. Dan umunya negara-negara maju yang menjadi kiblat peadaban pada saat itu adalah negara-negara yang memiliki kemampuan baik dalam sains dan teknologinya. Negara-negara berpenduduk mayoritas muslim seperti indonesia umumnya memiliki sumber daya manusia yang sangat banyak. Lengkap dengan sumber daya alamnya. Tetapi hal itu tidak membawa kemakmuran bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat muslim indonesia. Sangat tak lazim apabila negara yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang meimpah justru terlilit hutang dan malah menjadi pemasok tenaga kerja kasar. Sumber daya alam seperti laut yang sedemikian besar terabaikan bahkan minyak, maupun emas. Kita tidak mampu mengelolanya sendiri dan malah memilih untuk meminta bantuan orang asing. Sebabnya satu: kita, umat islam tidak menguasai ilmu pengetahuan, baik teoritis maupun praktis.

Tahun 2000 lalu. Islamic Educational Scientifis dan Cultural Organizatin (ISESCO) melaporkan bahwa sebanyak 57 negara islam yang tergabung dalam OKI dan memiliki sekitar 1,1 miliar penduduk atau 20 persen penduduk dunia, mendiami wilayah seluas 26,6 juta kilometer persegi dan menyimpan 73 persen cadangan minyak dunia, memiliki GNP yang hanya sebesar 1,016 miliar dolar AS. Angka yangat kecil, bila dibandingkan dengan negara Prancis yang berpenduduk kurang dari 60 juta jiwa dan mendiami wilayah sekitar setengah juta kilometer persegi serta mempunyai GNP sebesar 1,293 miliar dolar AS.

Kenyataan tersebut terjadi karena negara-negara maju, termasuk Prancis yang berpenduduk kurang dari 60 juta jiwa dan mendiami wilayah sekitar setengah jutakilometer serat mempunyai GNP sebesar 1,293 miliardolar AS. Juga karena menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pertumbuhan ekonominya, sementara negara-negara islam hanya menerapkan perekonomiannya pada input yang bersifat kualitatif semata. Dunia islam yang pernah ma karena mendasarkan pertumbuhan ekonominya pada ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara negara-negara Islam hanya pergantung pada input yang bersifat kualitatif semata. Dunia Islam yang pernah menjadi raksasa dibidang sains dan teknologi sampai Abad Pertengahan, kini memasuki milenium ketiga dan mirisnya dunia Islam hanya tampil sebagai bangsa-bangsa pinggiran dan serpihan belaka.

Globalisasi dunia yang telah memasuki tahap tiga. Ternyata masih tidak bisa diikuti oleh negara-negara muslim, kecuali Malaysia. Padalah globalisasi telah membuka kesempatan luas bagi setiap negara untuk dapat ikut bermain di dalamnya asalkan dapat memengaruhi pasar menuju kurva ke atas bukan kebawah.

Kenyataannya kontribusi negara-negara islam terjadap sains danpengembangannya masih sangat minim. Merujuk data Science Citation Index 2003, 46 negara Islam memberikan kontribusi 1,17 persen penerbitan karya ilmiah dunia. Angka ini masih sangat minim jika dibandingkan dengan sumbangan satu negara seperti India dan Spanyol yang masing-masing 1,66 persen dan 1,48 persen. Sebanyak 20 negara arab menyumbang 0,55 persen dari total karya ilmiah dunia, sedangkan satu Israel saja menyumbang 0,89 persen. Sementara negara-negara maju seperti Jerman, Inggris atau Jepang berturut-turut menyumbang 7,1 persen, 7,9 persen dan 8,2 persen apalagi Amerika yang 30,8 persen.

Terkait dengan angggaran yang disediakan untuk kepentingan pengembangan sains dan teknologi, seperti riset dan pengembangan serta dukungan aktivitas ilmiah lainnya. Negara-negara Islam hanya mengalokasikan anggara belanja sebanyak 0,45 persen dari GNP sedangkan negara-negara maju yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation dan Development (OECD) menghabiskan dana sebanyak 2,30 persen dari GNP untuk keperluan yang sama. Ketersediaan sumber daya manusia untuk mendukung kegiatan riset dan pengembangan di negara-negara islam juga terbatas.

Kenapa sains penting dalam dunia Islam? Karena suatu kaum tidak akan maju tanpa adanya sains. Tujuan sains Islam adalah mencari tahu segala sesuatu sebagaimana yang diberikan oleh Tuhan dalam Al-Qur’an. Sains Islam juga bertujuan memperlihatkan kesatuan hukum alam, kesalinghubungan setiap aspeknya. Mengenal alam dan hukum setiap spesies wujud berarti mengenal Islam atau sikap tunduk spesies-spesies tersebut pada kehendak illahi karena menurut Al-Qur’an, seluruh makhluk selain manusia adalah muslim.

“Dan di dalam surga itu mereka diberi minum segelas minuman becampur jahe” (QS Al-Insaan [76]:17)

Disini kita sebagai umat muslim tentu tau, seberapa indahnya Surga pun minuman yang berasal dari surga juga. Tidak kah kita bertanya. Kenapa harus jahe? Kenapa harus jahe yang menjadi bahan campuran bagi orang-orang yang tinggal di surga kelak? Kenapa tidak jus alpukat, air teh, kopi atau yang lainnya? Hal ini tentu nya akan memancing rasa keingintahuan sarjana muslim dari bidang biologi. Untuk mengetahui mengapa harus jaeh. Maka sarjana muslim tersebut harus memetakan temulawak, kunyit dan kencur.

Islam diakui seluruh umat islam yang ada di dunia bahkan sering di suarakan sebagai ajaran yang sempurna karena bepegang kepada ajaran Allah SWT. Dimana nabi Muhammad SAW sebagai panutan bagi umatnya. Dan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Tetapi sayangnya kita jugalah yang sedikit demi sedikit mereduksi misi mulia islam sebagai rahmat bagi sleuruh isi alam dan mirisnya sekarang hanya eksis dalam bentuk jargon. Kesempurnaan islam terutama dalam bentuk sains sudah lama terabaikan hingga tersembunyikan. Dan kini perlu ditampilkan kembali. Agar misi mulia Islam tidak hanya eksis dalam bentuk jargon saja. Semoga. Amin. Al-Qur’an telah memberikan pesan yang cukup jelas tentang hal ini.




PS : UAS Take Home matakuliah Pengantar Penerbitan

Minggu, 29 Januari 2012

Marwa El-Sherbini, Mati Syahid Karena Membela Haknya

Mungkin 90% pembaca blog ini mengenal Michael Jackson dan sebagian lainnya menjadikannya pahlawan di dalam hidupnya. Menjadi sumber inspirasi atau apalah itu, meskipun kita tahu bahwa kehidupan Michael Jackson yang penuh dengan glamoritas berbanding 180° dengan kita. Dan saat kematiannya pun banyak orang-orang yang menangisinya.

Dr. Marwa El-Sherbini (7 Oktober 1977 – 1 Juli 2009)

Tapi, apakah kita mengenal seorang Ibu bernama Dr. Marwa El-Sherbini yang berasal dari Mesir? Sebagian kecil mungkin tahu, dan hampir semua daripada kita tidak mengenalnya, tidak pernah mendengarnya, atau bahkan sebagian lainnya menganggapnya tidak penting. Tidak banyak memang media-media lokal Indonesia dan media-media asing yang menampilkan berita tentang beliau. Kalaupun ada, mungkin tidak akan seramai pemberitaan media-media Islam di Mesir atau Iran. Dan apakah kita tahu berita tentang apakah yang membuatnya menjadi spesial di headline-headline Mesir dan Iran?


Pernahkah anda mendengar berita memilukan yang menceritakan tentang pembunuhan sadis? Menusuk-nusuk korbannya berkali-kali hingga mati, dan itu dilakukan di depan umum, bahkan di depan keluarganya!!


Sebelum saya menceritakan kisah tentang Marwa El-Sherbini, ada baiknya kita beristighfar dan menonton video ini dahulu :





Marwa El-Sherbini, martir berkerudung merah


Bagaimanakah perasaan anda setelah menonton dan membaca tulisan-tulisan dalam video yang dibuat oleh Mohamed El-Mahdy tersebut? Merasa marah, geram, atau bahkan ingin mencari sang pembunuh dan membunuhnya!? Itu juga mungkin yang saya rasakan setelah melihat video tersebut.


Dan ironisnya informasi tentang video tersebut bahkan tidak saya dapatkan dari seorang muslim, melainkan dari seorang Michael Heart yang jelas-jelas bukanlah seorang muslim!! Michael Heart mengirimkan pemberitahuan video ini dari halaman Facebooknya ke setiap penggemarnya, termasuk saya, dan itu saya terima subuh ini (8/09/2009).


Lalu apa yang terjadi dengan Marwa El-Sherbini?



Dari informasi yang saya kumpulkan terdapatlah bahwa Marwa El-Sherbini, seorang Ibu satu putra berumur 3 tahun, masih bersuami, dan sedang mengandung 3 bulan, dibunuh secara sadis dan membabi-buta di dalam sebuah persidangan di pengadilan Jerman!!


Bagaimana mungkin? Siapakah Marwa El-Sherbini ini sebenarnya?




Marwa El-Sherbini dan keluarganya

Marwa El-Sherbini dan suaminya Elvi Ali Okaz

Dr. Marwa El-Sherbini adalah seorang peneliti farmasi dan pemain handball asal Mesir yang berusia 32 tahun dan berparas sangat cantik. Ia hijrah dari Mesir ke Jerman pada tahun 2005 untuk mengikuti suaminya, Elvi Ali Okaz, yang meneruskan kuliahnya setelah mendapatkan beasiswa kandidat Doktor dari Lembaga Max Planck Institute for Molecular Cell Biology and Genetics. Pada awalnya mereka berdua tinggal di Bremen, namun kemudian pindah ke Dresden pada tahun 2008. Setelah ia, anaknya, dan suaminya menetap di Dresden, kehidupan mereka tidaklah seperti yang mereka harapkan. Dresden rupanya bukanlah kota yang ramah terhadap kaum muslim, terlebih lagi terhadap seorang Muslimah berkerudung. Mereka mendapatkan cobaan berupa seorang tetangga yang sangat membenci Islam. Orang itu, sebut saja Alex W. (namanya ditutupi oleh pengadilan Jerman dan kemudian oleh mereka disebut Alex W. untuk melindungi ‘manusia laknat’ tersebut) pria keturunan Jerman-Russia berusia 28 tahun yang setiap saat memberikan cacian dan makian “Teroris”, “Pembantai”, “B**ch”, dll. kepada Marwa El-Sherbini. Bahkan cacian dan makian tersebut dilontarkan oleh ‘manusia laknat’ itu di tengah keramaian Kota Dresden, dan dilihat oleh orang-orang sekitarnya, namun tak ada satupun yang menolong Marwa. Bahkan beberapa kali pula sang ‘manusia laknat’ itu menarik-narik kerudung yang Marwa kenakan untuk mencoba melepaskannya di depan umum, dan Marwa pun membela dirinya.


Setelah kejadian itu, Marwa melaporkan ‘manusia laknat’ itu ke polisi, dan akhirnya diadili. Kemudian pengadilan memutuskan bahwa ‘manusia laknat’ itu bersalah atas tuduhan tindakan rasialis dan didenda sebesar 780 € (Euro). Namun, sang ‘manusia laknat’ itu ternyata tidak mau menerima hasil persidangan dan mengajukan banding. Banding di terima, dan dari persidangan itulah kejadian tragis ini dimulai (1/7/2009). Saat itu, Marwa yang sedang bersaksi ditikam oleh ‘manusia laknat’ itu dari depan dan itu dilakukan berulang-ulang sebanyak 18 kali dalam waktu 30 detik! Yang lebih memilukan kejadian itu disaksikan langsung oleh anaknya yang baru berusia 3 tahun, dan saat suaminya hendak menolong, ia pun ikut ditikam dan ditembak oleh polisi penjaga persidangan. Sampai saat ini tidak diketahui apakah tembakan itu disengaja atau meleset yang seharusnya sasarannya adalah sang ‘manusia laknat’ tersebut. Marwa pun meninggal seketika setelah menerima 18 kali hujaman pisau tersebut. Sementara suaminya mengalami pendarahan kritis karena tertembak dan tertusuk pisau ‘manusia laknat’ itu di bagian paru-parunya.



Gambaran kejadian di pembunuhan terhadap Marwa El-Sherbini di persidangan

Kejadian yang sungguh memilukan bagi umat muslim di seluruh dunia. Marwa El-Sherbini, seorang muslimah yang menjaga jilbabnya dari tangan kotor seorang ‘manusia laknat’ yang mengalami penyakit Islamofobia. Dan kini ia telah meninggal dalam keadaan Syahid. Syahid karena mati saat mempertahankan kehormatannya, syahid karena mati saat mempertahankan kandungannya, dan syahid karena mati saat mempertahankan imannya.

Jenazah Marwa El-Sherbini ditandu ribuan orang saat tiba pertama kali di Mesir

Apakah kisah ini berhenti di situ saja? Tidak!


Ternyata pihak berwajib Jerman malah menutup-nutupi masalah ini!! Tidak ada sekalipun media Eropa yang menjadikan kasus pembunuhan paling sadis di Eropa ini sebagai Headline!!


Dan bahkan kita hampir tidak pernah mendengarnya dari media-media lokal Indonesia!!


Apakah yang terjadi? Kenapa negeri ini begitu sekuler dan menganggap kematian Marwa El-Sherbini sebagai kematian yang biasa-biasa saja!? Apa kehebatan Marwa El-Sherbini bisa dikalahkan oleh hingar-bingarnya Emansipasi Wanita yang dipelopori R.A. Kartini? Padahal sebenarnya R.A. Kartini tidak lebih dari pengikut ajaran-ajaran sesat Theosofi Yahudi yang berkembang di Indonesia pada zaman Belanda dulu. Apakah Marwa El-Sherbini tidak dapat dijadikan seorang muslimah panutan dunia? Padahal ia dengan segenap jiwa dan raganya berani mati demi mempertahankan kehormatannya? Berani hanya karena menjalankan perintah Allah semata!


Wahai Eropa!!

Mana gaung KEBEBASAN yang kalian teriakan!!?

Mana gaung DEMOKRASI yang kalian teriakan!!?

Mana gaung PERSAMAAN KEDUDUKAN yang kalian teriakan!!?

Mana gaung HAK ASASI MANUSIA yang kalian teriakan!!?

ITU SEMUA HANYA BULLSHIT DAN AKAL-AKALAN kalian saja kan!!?

Sekarang kita akan mencoba bertanya pada kalian, “Bagaimana jikalau kisah ini dibalik? Seorang muslim yang membunuh seorang eropa dengan kejam?”

SAYA PIKIR CERITANYA AKAN LAIN AKHIRNYA!

Akan ada HEADLINE-HEADLINE khusus selama seminggu atau bahkan sebulan di seluruh EROPA atau bahkan DUNIA, untuk memberitakannya.



Protes besar-besaran terjadi di Mesir dan Iran setelah mengetahui bahwa berita tentang kematian Marwa El-Sherbini ditutup-tutupi oleh media-media di Eropa dan dunia

Tapi kenyataannya, yang terjadi adalah “SEORANG EROPA YANG MEMBUNUH SEORANG MUSLIMAH DENGAN SADIS DI DEPAN PENGADILAN!”

Dan kenyataan pahit yang saya lihat, TIDAK ADA SATUPUN HEADLINE MEDIA EROPA YANG MENGANGKATNYA, bahkan walaupun sehari saja!

Semoga Allah benar-benar “menerbitkan matahari dari sebelah barat” agar kalian menyadari perbuatan kalian!

Artikel ini ku persembahkan khusus untuk saudariku, Al-Mujahidah Marwa El-Sherbini.
Aku tidak akan pernah melupakan perjuanganmu. Allahuakbar!!

Dan kini setiap tanggal 1 Juli diperingati sebagai HARI JILBAB INTERNASIONAL. untuk mengenang kepergian beliau.

courtesy : http://un2kmu.wordpress.com

Kamis, 26 Januari 2012

berjuta ketakutan. menjalar. mengakar. pegang aku. peluk aku. Ya Allah...

sehina apapun hamba, sesampah apapun hamba, serendah apapun hamba. Ya Allah...

Al-qudduusu al-maliku ar-rahim ar-rahman al-'aziizu al-muhaiminuu al-mukminuu as-salaamu

Ya Allah...

Audzubillahiminassyaitonirrojim

sayap yang kelu. kasihan. kelu ditengah hingar-bingar. puas menelan senyap. di injak-injak masa

bertingkah aneh, gila, tak berpola pikir.

terbuang dari kumpulannya. namun Allah ada dimana-mana kan?

Allaahush Shamad

pegang cita terus Ya Allah :">

Rabu, 25 Januari 2012

Anugerah Terindah

Adik saya calon ustadz :-)

Ridho Albarokah
seorang bocah yang duduk di bangku sekolah dasar kelas 5. seorang anak yang extra ordinary. sangat biasa. semua orang yang tidak tau artinya indah meremehkannya. persis seperti aku dulu :")

tapi, aku dan mamaku percaya. membesarkannya dengan tegas dan kasih sayang adalah jawabannya. dan sekarang.
adikku calon pemimpin keluarga itu berkata "mba verin, nanti aku masuk pesantren aja. mau jadi ustadz. hayoo tar mama cuma sama eneng dirumah" katanya sambil tertawa

subhanallah, hati ku bergetar...

dia memang tidak pintar, tidak istimewa untuk kalian. tapi untuk aku dan mama dia sangat berarti, amanah dari Allah SWT. anugerah terindah dari-Nya

saya biarkan kalian menghardik ya karena saya tau mata hati kalian tidak bisa melihat anugerah terindah dariNya. mata hati kalian semu ketika melihat betapa aktifnya dia disekolah, betapa tidak bisanya dia fikus dalam mengerjakan sesuatu. dan ketika itu terjadi kalian langsung mencanya BODOH, AUTIS dan SUSAH DIURUSI.

ya. bisa saya tangkap. betapa tidak indahnya Ridho ku tercinta dimata kalian. sesak hati ini. begitu pula wanita yang melahirkannya. tapi jangan menyerah...
rencana Allah itu sangat manis, manis. semanis cibiran mereka.

" hallo adik ku sayang di Pangkalpinang, Ridho Albarokah :-) "
saya kirimin do'a terus ya, insyaAllah bisa kok jadi Ustadz Hebat!




Calon Buat Ajeng

Calon Buat Ajeng

Penulis : Asma Nadia

Calon Suami???!

Pfui, kuhembuskan nafasku kuat-kuat. Bosan aku. Lagi-lagi calon suami yang dibicarakan. Bayangin, sudah dua bulan ini tidak ada topik yang lebih trend di rumah, selain soal suami.

Mulai dari Papi yang selalu nyindir, sudah pengen menimang cucu. Mami yang berulang-ulang menasihatiku agar jangan terlalu pilih-pilih tebu. Lalu Bambang, adikku, yang kuharap bisa menetralisir suasana, tak urung ikut menggoda. Bahkan si kembar Rani-Rano, yang masih es em pe pun, ikut-ikutan menceramahiku.

”Mbak Ajeng kan udah jadi insinyur, udah waktunya dong, mikirin berkeluarga. Lagian, Rani sama Rano kan udah pengen dipanggil ’Tante dan Oom’. Tika aja yang baru kelas enam, keponakannya udah empat!”

”Iya, Mbak. Jaman sekarang, perempuan itu harus agresif. Mbak Ajeng sih, kerjanya belajar ama ngaji melulu!” Rano menimpali kata-kata kembarnya.

Aku hanya bisa melotot, nemu di mana lagi pendapat kayak gitu.

”Udah sana kalian belajar!” hardikku agak keras.

”Tuh, kaaaan?!?” seru mereka berdua kompak.

Huhh, dasar kembar!

***

”Ajeng…!”

Kudengar panggilan Mami dari depan. Pelan aku bangkit dari meja belajar. Setelah merapikan jilbab, aku keluar.

”Ada apa, Mi?” tanyaku lunak. Sekilas sempat kulihat sosok seorang lelaki, duduk di sudut ruangan.

Kedua bola mata Mami tampak bersinar-sinar. Oo…Oo…! Pasti ada yang nggak beres, gumamku dalam hati. Iiih..su’udzon! Tapi….

Benar saja.

“Ajeng, kenalin. Ini tangan kanan Papi di kantor. Hebat, ya! Masih muda sudah jadi Wakil Presiden Direktur. Ayo, kenalin dulu. Ini Nak Bui….”

”Boy, Tante!”

”Eh, iya. Boi!”

Aku hanya bisa menahan geli. Mami…Mami…!

Rasa geliku mendadak hilang, ketika selama dua jam berikutnya aku harus mendengarkan obrolan Mami dengan Si Boi tadi.

Bukan main, lagaknya! Batinku menggerutu sendiri, mendengar cerita-ceritanya yang melulu berbau luar negeri.

”Jadi, Tante, selama belajar di Harvard, saya sudah coba-coba berbisnis sendiri. Hasilnya lumayan. Saya bisa jalan-jalan keliling Amerika, bahkan Eropa setiap kali holiday!”

Hihhh, gemas aku! Terlebih melihat pancaran kagum di wajah Mami. Benar-benar nggak peka nih anak. Kok bisa sih nggak merasa dicuekin? Tetap aja ngomong. Tak perduli aku yang cuma diam dan sesekali manggut. Kupanjatkan syukur yang tak terkira ketika akhirnya Si Boi pulang. Alhamdulillah!

***

Kulihat Bambang tertawa. Kesal, kulemparkan bantal ke arahnya. Orang cerita panjang lebar minta advise, kok cuma diketawain?!?

”Bang, serius, dong! Pokoknya kalau nanti Mami nanyain kamu soal Boy, awass kalau kamu setuju!” ancamku serius. Bambang masih cengar-cengir.

”Mbak Ajeng gimana, sih? Biasanya Mbak yang nyuruh aku sabar menghadapi segala sesuatu. Lho, kok sekarang malah panasan gini? Tenang aja, Mbak, sabar! Innallaha ma’ashshabirin!” balasnya sambil mengutip salah satu ayat di Al-Quran.

Iya, ya. Kenapa aku jadi nggak sabaran gini. Baru juga ngadepin si Boy. Astaghfirullah!

”Mbak bingung, Bang! Habis serumah pada mojokin semua. Kamu ngerti, kan, milih suami itu nggak mudah. Nyari yang shalih sekarang susah. Mbak nggak pengen gambling. Salah-salah pilih, resikonya besar. Nggak main-main, dunia akhirat!”

Sekejap, kulihat keseriusan di matanya. Cuma sekejap, sebelum ia kembali menggodaku.

”Apa perlu Bambang yang nyariin???!”

Lemparan bantalku kembali melayang.

***

Kriiiiing…!!!

Ups, kumatikan bunyi weker yang membangunkanku. Jam tiga lebih seperempat. Aku bangun dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu. Kuperhatikan lampu kamar Bambang masih menyala. Sayup-sayup suara kaset murattal terdengar.

Tercapai juga niatnya untuk begadang malam ini, pikirku. Heran, kebiasaan menghadapi ujian dengan pola SKS (Sistem Kebut Semalam) masih membudaya rupanya.

Cepat kuhapuskan pikiran tentang Bambang dan ujiannya. Mataku nanar menyaksikan pantulan wajahku di cermin. Kuhapus tetesan air wudhu yang tersisa dengan handuk kecil. Oooohh, begini rupanya gadis di penghujung usia dua puluh sembilan? Kuperhatikan bentuk wajahku yang makin tirus. Baru kusadari, betapa pucatnya wajah itu. Entah kemana perginya rona merah yang biasa hadir di sana. Mungkin hilang termakan usia. Ya Rabbi, pantas saja Papi dan Mami begitu khawatir. Sudah sulung mereka tak cantik, menjelang tua, lagi!

”Ir. Ajeng Prihartini.” Kueja namaku sendiri.

”Jangan cemas ya ukhti, ini bukan nasib buruk!” Bisikku menghibur. Bagaimana pun aku harus tetap tawakkal pada Allah. Jodoh, rizki, dan maut, Dia yang menentukan. Berjodoh di dunia bukanlah satu kepastian yang akan kita raih dalam hidup. Tidak, ada hal lain yang lebih penting, lebih pasti. Ada kematian, maut yang pasti kita hadapi. Sesuatu yang selama ini sering kuucapkan kepada saudaraku muslimah yang lain, ketika mereka ramai meresahkan calon suami yang tak kunjung datang.

”Sebetulnya kita ini lucu, ya? Lebih sering mempermasalahkan pernikahan, hal yang belum tentu terjadi. Maksud Ajeng, bergulirnya waktu dan usia, nggak seharusnya membuat kita lupa untuk berpikir positif terhadap Allah. Boleh jadi calon kita ini nggak buat di dunia, tapi disediakan di surga. Mungkin Allah ingin memberikan yang lebih baik, who knows?” ujarku optimis, dua tahun yang lalu.

Astaghfirullah! Ishbiri ya ukhti, isbiri….

Tanganku masih menengadah, berdoa, saat kudengar azan Subuh berkumandang. Hari baru kembali hadir. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, untuk satu hari lagi kesempatan beramal dan taubat, yang masih Kau berikan.

***

Selesai berurusan dengan Mami untuk masalah Boy, gantian aku harus menghadapi Tante Ida yang siap mempromosikan calonnya. Duhh! Lagi-lagi aku cuma bisa manggut-manggut.

”Tante sih terserah Ajeng. Pokoknya lihat aja dulu. Syukur-syukur Ajeng suka. Dia anak lurah. Bapaknya termasuk juragan kerbau yang paling kaya di Jawa. Tapi nggak kampungan, kok. Anak kuliahan juga seperti kamu!” promosi Tante Ida bersemangat.

Dua hari kemudian, Tanteku itu kembali datang dengan ’balon’nya.

”Junaedi. Panggil aja Juned!”

Aku hanya mengangguk. Tak membalas uluran tangan yang diajukannya.

Selama pembicaraan berikutnya, berkali-kali aku harus menahan diri, untuk tidak lari ke dalam. Aku tidak ingin menyinggung perasaan Tante Ida. Apalagi beliau bermaksud baik. Hanya saja, asap rokok Juned benar-benar membuatku mual. Malah nggak berhenti-henti. Habis sebatang, sambung sebatang. Persis lokomotif uap jaman dulu!

Dengan berani pula ia mengomentari penampilanku.

”Eng…jangan tersinggung ya, Jeng. Aku suka bingung sendiri ngeliat perempuan yang memakai kerudung. Kenapa sih tidak pintar-pintar memilih warna dan mode?! Aku kalau punya isteri, pasti tak suruh beli baju yang warna-warnanya cerah, menyala. Sekaligus yang bervariasi. Seperti yang dipakai artis-artis kita yang beragama Islam itu lho, sekarang. Ndak apa-apa toh sedikit kelihatan leher atau betis?! Maksudku biar tidak terlihat seperti karung berjalan gitu lho, Jeng! Hahaha….”

Kontan raut mukaku berubah. Tanpa menunggu rokok keenamnya habis, aku mohon diri ke dalam. Tak lama kudengar suara Juned pamitan. Alhamdulillah.

Ketika Tante Ida menanyakan pendapatku, hati-hati aku menjawab.

”Maaf ya, Tan…, rasanya Ajeng nggak sreg. Terutama asap rokoknya itu, lho. Soalnya Ajeng punya alergi sama asap rokok. Mana kelihatannya Juned perokok berat, lagi. Maaf ya, Tan…, udah ngerepotin.”

Bayang kekecewaan tampak menghiasi raut muka Tante Ida.

”Bener, nih…nggak nyesel? Tante cuma berusaha bantu. Ajeng juga mesti memikirkan perasaan Mami sama Papi. Susah lho, nyari yang seperti Juned. Udah ganteng, dokterandes lagi! Terlebih kamu juga sudah cukup berumur.”

Bujukan Tante Ida tak mampu menggoyahkanku. Dengan masih kecewa, beliau beranjak keluar. Sempat kudengar Tante Ida berbicara dengan Papi dan Mami. Sempat pula kudengar komentar-komentar mereka yang bernada kecewa, sedih. Ya Allah, kuatkan hamba-Mu!

Hari berangsur malam. Aku masih di kamar, mematung. Beragam perasaan bermain di hatiku. Sementara itu, hujan turun rintik-rintik.

***

Siang begitu terik. Langkahku lesu menghampiri rumah. Capek rasanya jalan setengah harian, dari satu perpustakaan ke perpustakaan IPB lainnya. Namun buku yang kucari belum juga ketemu. Padahal buku itu sangat kuperlukan untuk menghadapi ujian pasca sarjanaku sebentar lagi. Sia-sia harapanku untuk bisa beristirahat pulang ke Depok. Kereta yang kutumpangi benar-benar penuh. Sudah untung bisa berdiri tegak, dan tidak doyong ke sana ke mari, terdesak penumpang yang lain.

”Assalamu’alaikum!” perasaanku kembali tidak enak, melihat Mami yang tidak sendirian. Seorang lelaki berjeans, dengan sajadah di pundak, dan kopiah di kepala, tampak menemani beliau. Jangan…jangan….

”Wa’alaikumussalam. Nah, ini Ajengnya sudah pulang. Ajeng, sini sayang. Kenalkan, Saleh. Putera Pak Camat yang baru lulus dari pondok pesantren di Kalimantan. Kalian pasti bisa bekerja sama mengelola kegiatan masjid di sini. Lho, Ajeng…, kok malah diam? Maaf Nak Saleh, Ajeng memang pemalu orangnya.”

Duhh, Mami!

Kali ini Mami membiarkanku berdua dengan tamunya itu. Risih, kuminta Rani mendampingiku. Dia setuju setelah aku janji akan menemaninya mendengar ceramah di Wali Songo, pekan depan.

Selama Saleh berbicara, aku menunduk terus. Bisa kurasakan pandangannya yang jelalatan ke arahku. Dengan gaya bahasa yang tinggi, Saleh bercerita tentang berbagai kitab berbahasa Arab yang telah dia kuasai. Bukan main. Lalu ia mulai membahas satu persatu perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. Soal doa qunut, perbedaan doa iftitah, masalah posisi telunjuk ketika tahiyat, dan lain-lain yang senada.

Terus terang, aku tidak begitu setuju dengan caranya. Betul bahwa semuanya harus kita ketahui. Tapi bagiku, dengan makin meributkannya, hanya akan memperuncing perbedaan yang ada. Cukuplah bahwa masing-masing berpegang pada sunnah Rasulullah. Tentunya akan lebih baik, jika kita justru berusaha mencari titik temu atau persamaan, dan bukan malah memperlebar jurang perbedaan.

”Kalau menurut Saleh, kasus Bosnia itu bagaimana?” tanyaku mengalihkan perhatian.

”Oooh, itu. Ane sangat tidak setuju. Menurut pendapat dan analisa ane, tidak seharusnya masalah Bosnia itu digembar-gemborkan. Itu akan membuat sikap tersebut kian membudaya. Sudah saatnya pola sikap ngebos, dan penghargaan masyarakat terhadap orang-orang yang punya kedudukan, diarahkan sewajarnya. Agar tidak berlebihan.” ulasnya panjang lebar.

Gantian aku yang bingung.

”Saya…saya tidak paham apa yang Saleh maksudkan.” ujarku sedikit gagap.

”Kenapa? Apa karena bahasa yang ane gunakan terlalu tinggi atau bagaimana, hingga Ajeng sulit memahami?”

Aku tambah melongo.

”Bukan itu, ini…, Bosnia yang mana, yang Saleh maksudkan?” tanyaku makin bingung.

”Lha, yang nanya kok malah bingung?! Yang ane bicarakan tadi ya tentang Bosnia, Boss-Mania, kan maksud Ajeng?!!”

Ufh, kutahan tawa yang nyaris meledak. Bingung aku, ternyata masih saja ada orang yang meributkan hal-hal yang relatif lebih kecil, dan melupakan masalah lain yang lebih besar. Dari sudut mataku, kulihat Rani pringas-pringis menahan geli, sambil mempermainkan kerudung pink-nya. Lucu sekali.

”Bukan, yang Ajeng maksudkan adalah penindasan yang terjadi pada saudara-saudara muslim kita di Negara Bosnia.” aku berusaha menjelaskan dengan sabar.

Tampak Saleh manggut-manggut.

”Ooooh, yang itu. Ya…jelas penindasan itu tidak bisa dibenarkan. Tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan,” ujar Saleh optimis, lalu….

”Ngomong-ngomong, Bosnia itu di mana, sih?”

Tawa Rani meledak.

Duhhh, Mami!!!

***

Malamnya, waktu aku protes ke Mami, soal calon-calon itu, tanpa diduga, malah Mami yang marah.

”Lho, kamu itu gimana toh? Kata Bambang kamu maunya sama Saleh. Pas Mami temuin, kamu bilang bukan yang seperti itu yang kamu inginkan. Jadi sebenarnya, Saleh yang mana calon kamu itu?” suara Mami meninggi.

Aku terhenyak. Bambang yang duduk di kursi makan tersenyum simpul. Awas, kamu de’! Bisikku gemas.

”Bukan yang namanya Saleh, Mi. Ajeng ingin orang yang saleh, yang taat beribadah. Orang yang punya pemahaman paling tidak mendekati menyeluruhlah, tentang Islam. Yang Islamnya nggak cuma teori, tapi ada bukti. Yang nggak jelalatan memandang Ajeng terus-terusan dari ujung jilbab sampai kaos kaki, seperti hendak menawar barang dagangan. Ajeng tahu, usia Ajeng sudah jauh dari cukup. Ajeng juga pengen segera menikah. Perempuan mana sih, yang tidak ingin berkeluarga, dan punya anak?” lanjutku hampir menangis.

”Tapi…, tolong. Jangan menyudutkan Ajeng. Tolong Mami bantu Ajeng agar bisa tetap sabar, tetap tawakkal sama Allah. Kita memang harus berusaha, tapi jangan memaksakan diri. Biar Ajeng mesti nunggu sampai tua, Ajeng siap. Daripada bersuamikan orang yang akhlaknya tidak Islami. Tolong Ajeng, Mi…tolong!” Kusaksikan mata Mami berkaca-kaca. Diraihnya aku ke dalam pelukannya. Berdua kami berisakan. Papi turut menghampiri, menepuk-nepuk pundakku. Rani dan Reno terdiam di kursinya.

”Maafin Mami, sayang….” suara Mami lirih, memelukku makin erat.

***

Kesibukanku menulis diary terhenti.

”Mbak Ajeng…telepon tuh!” pekik Rano keras.

”Dari siapa? Kalau dari Anto Boy, Didin, Juned, atau Saleh, Mbak nggak mau terima!” balasku agak keras.

Hening, tidak ada panggilan lanjutan dari Rano. Aku lega.

Alhamdulillah, sejak kejadian malam itu, perlahan topik trend kami bergeser. Mami tidak lagi menyodorkan calon-calonnya, sebelum menanyakan kesediaanku. Beberapa Oom dan Tante yang datang, harus pulang dengan kecewa karena promosi dibatalkan. Aku masing ingin menenangkan diri dulu.

Kuraih pena. Dengan hati seringan kapas, aku mulai menulis:

Kepada Calon Suamiku….

Usiaku hari ini bertambah setahun lagi.

Tiga puluh tahun sudah. Alhamdulillah. Kuharap, tahun-tahun yang berlalu, meski memudarkan keremajaanku, namun tidak akan pernah memudarkan ghirah Islamiah yang ada. Mudah-mudahan aku bisa tetap istiqamah di jalan-Nya.

Ujian pasca sarjanaku sudah selesai. Sebentar lagi, satu embel-embel gelar kembali menghiasi namaku. Belum lama ini aku juga mengambil kursus jahit dan memasak. Dengan besar hati pula, Mami mesti mengakui, bahwa kemahirannya di dapur, kini sudah tersaingi.

Alhamdulillah, sekarang aku lebih bisa berkonsentrasi untuk menulis, dan memberikan berbagai ceramah di beberapa kampus dan masjid. Baru sedikit itulah, yang bisa kulakukan sebagai perwujudan syukurku atas nikmat-Nya yang tak terhitung.

Calon suamiku….

Aku maklum, bila sampai detik ini kau belum juga hadir. Permasalahan yang menimpa kaum muslimin begitu banyak. Kesemuanya membentuk satu daftar panjang dalam agenda kita. Aku yakin ketidakhadiranmu semata-mata karena kesibukan dakwah yang ada. Satu kerja mulia, yang hanya sedikit orang terpanggil untuk ikut merasa bertanggung jawab. Insya Allah, hal itu akan membuat penantian ini seakan tidak pernah ada.

Calon suamiku….

Namun jika engkau memang disediakan untukku di dunia ini, bila kau sudah siap untuk menambah satu amanah lagi dalam kehidupan ini, yang akan menjadi nilai plus di hadapan Allah (semoga), maka datanglah. Tak usah kau cemaskan soal kuliah yang belum selesai, atau pekerjaan yang masih sambilan. Insya Allah, iman akan menjawab segalanya. Percayakan semuanya pada Allah. Jika Dia senantiasa memberikan rizki, padahal kita tidak dalam keadaan jihad di jalan-Nya, lalu bagaimana mungkin Allah akan menelantarkan kita, sedangkan kita senantiasa berjihad di sabil-Nya?!

Banyaklah berdoa, Calon Suamiku, di manapun engkau berada. Insya Allah, doaku selalu menyertai usahamu.

Wassalam,

Adinda

NB: Ngomong-ngomong, nama kamu siapa, sih?

”Syahril… Nama saya Syahril.”

Deg! Aku tersentak. Penat yang kugenggam jatuh. Rasa-rasanya kudengar satu suara. Sedikit berjingkat, aku melangkah ke depan. Sebelum aku sempat menyibak tirai yang membatasi ruang makan dengan ruang tamu, kudengar suara Papi memanggilku.

”Ajeng…!”

Hampir aku terjatuh, saking tergesanya menghampiri beliau. Sekilas mataku menyapu bayangan seorang lelaki berkaca mata, yang berdiri tak jauh dari Papi, dengan wajah tertunduk, rapat ke dada. Di belakangnya, Bambang berdiri dengan senyum khasnya.

”Nah, Nak Syahril, kenalkan, ini yang namanya Ajeng. Puteri sulung Oom. Lho, kok malah nunduk?” suara ngebas Papi kembali terdengar.

Aku menoleh sesaat, yang dipanggil Syahril tetap menunduk.

”Ayo, salaman. Ini lho, Jeng…puteranya Mas Wismoyo, sahabat Papi sejak jaman revolusi dulu, sekaligus Ass Dos-nya Bambang di FISIP. Baru lulus ya Nak?”

Syahril mengangguk. Tapi, tetap tak ada uluran tangan.

”Assalamu’alaikum, Ajeng. Saya Syahril.”

Masya Allah! Aku masih melongo, terpana.

“Insya Allah, hari ini saya akan berta’aruf dengan Ajeng. Kalau Ajeng setuju, khitbahnya bisa dilaksanakan besok. Sesudah itu…mudah-mudahan kita bisa jihad bareng….”

Agak samar kudengar kalimatnya yang terakhir. Kulihat Papi tersenyum lebar, melirikku.

”Apa, Jeng…khitbah? Ngelamar, ya…??”

Aku mengangguk pendek, tersipu. Tawa Papi makin lebar.

Aku masih terpana.

Masya Allah, calon suamiku…eng…engng…ups, apakah…apakah…ini, kamu???

* Pemenang Harapan I LMCPI Annida.

Sumber : Majalah Annida, No. 12 1415 H/1994 M



see guys, airmata tak dapat tertahankan lagi. subhanallah :")